Bolehkah Melakukan Bedah Mayat Untuk Mahasiswa Kedokteran?

::: BOLEHKAH MELAKUKAN BEDAH MAYAT UNTUK MAHASISWA KEDOKTERAN? :::

TANYA:

Bolehkah melakukan bedah mayat untuk para mahasiswa kedokteran? Dan apakah hal itu mengharuskan WUDHU` atau MANDI?

JAWAB:

Segala puji hanya bagi Allah satu – satuNya. Semoga shalawat dan salam tercurah pada Rasul ﷺ, keluarga, dan sahabatnya.

Wa ba’du : Telah terbit keputusan dari rapat Hai`ah Kibaril `Ulama tentang Hukum Bedah Mayat no. 37 tanggal 20/ 8/1396 H yang isinya :

“Segala puji hanya bagi Allah satu – satuNya, semoga shalawat dan salam tercurah atas Muhammad ﷺ yang tidak ada Nabi setelahnya, keluarga, dan sahabatnya.

Wa ba’du :

Dalam rapat Hai`ah Kibaril `Ulama yang ke-9 yang diselenggarakan di Thaif pada bulan Sya’ban tahun 1396 H, telah dilakukan pembahasan atas surat edaran dari Menteri Keadilan no. 3231/ 2 berdasarkan surat edaran dari Wakil Menteri Luar Negeri no. 34/ 1/ 2/ 13446/ 3 tanggal 6/ 8/ 1395 H yang menyampaikan surat permohonan Kedubes Malaysia di Jeddah yang isinya adalah meminta penjelasan tentang pandangan dan sikap Kerajaan Saudi tentang pembedahan mayat seorang Muslim dengan tujuan maslahat (kepentingan) bidang kedokteran.

Sebagaimana telah dilakukan pembahasan oleh Lajnah Da`imah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta` (Komite Tetap untuk Riset ilmiah dan Fatwa), masalah ini terbagi menjadi 3 jenis:

1 Bedah yang dilakukan untuk pembuktian tindak kejahatan.

2 Bedah yang dilakukan untuk meneliti suatu penyakit sehingga kita bisa berhati – hati dan melindungi diri darinya.

3 Bedah yang dilakukan untuk pengajaran dan pembelajaran.

___________
Setelah dilakukan diskusi, dialog, dan pembahasan yang dilakukan oleh panitia sebagaimana yang diajukan oleh Wakil Menteri Luar Negeri, sidang menetapkan sebagai berikut :

Untuk jenis yang pertama dan kedua, Majelis melihat bahwa dalam PEMBOLEHAN hal tersebut terdapat banyak maslahat (manfaat) dalam bidang keamanan, keadilan serta perlindungan masyarakat dari penyakit yang berbahaya.

Dan mafsadah (kerusakan) yang timbul dari pembedahan jenis ini yakni berupa pelanggaran kehormatan mayat tertutupi oleh sisi maslahat yang amat banyak yang terealisasi dengannya.

Oleh karena itu Majelis sepakat menetapkan BOLEHNYA pembedahan dengan dua tujuan ini. Baik mayat tersebut memiliki jaminan perlindungan pemerintah ataupun tidak.

Sedangkan jenis yang ketiga yaitu bedah untuk tujuan PEMBELAJARAN, maka kita melihat bahwa syari’at Islam datang dengan prinsip mencapai maslahat (manfaat) dan memperbanyaknya, menolak mafsadah dan meminimalisirnya, memilih madharat yang paling ringan untuk menghilangkan yang lebih berat, dan mengambil maslahat (manfaat) yang paling besar dari maslahat – maslahat yang ada.

Manakala pembedahan dengan objek hewan saja tidak mencukupi dan kita masih membutuhkan bedah manusia, dan bedah manusia memiliki banyak maslahat (manfaat) dalam kemajuan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu kedokteran, maka majlis secara umum menganggap BOLEHNYA bedah mayat manusia.

Hanya saja kita perlu mengingat bahwa syari’at Islam MENJAGA KEHORMATAN mayat seorang Muslim sebagaimana ketika ia masih hidup. Sebagaimana dalam riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah dari Aisyah radhiyallahu 'anha: Bahwa Nabi ﷺ bersabda :

 “Mematahkan tulang mayit sama seperti mematahkannya ketika ia hidup”.

Manakala dalam bedah mayat terdapat peremehan kehormatan, dan kita tidak terpaksa untuk melakukan hal itu –karena kita bisa mendapatkan mayat – mayat yang tidak memiliki jaminan perlindungan-, maka majlis memutuskan untuk MENCUKUPKAN dengan mayat – mayat yang TIDAK MEMILIKI JAMINAN PERLINDUNGAN SAJA dan TIDAK BOLEH menggunakan mayat – mayat yang memiliki jaminan perlindungan. Demikian keadaannya.”

_____________
Kedua : Bedah mayat TIDAK MENGHARUSKAN WUDHU`  ataupun MANDI. Allahlah yang memberi tauufiq. Semoga shalawat dan salam tercurah atas Nabi Muhammad, keluarga, dan sahabatnya.


LAJNAH DA`IMAH LIL BUHUTS AL`ILMIYYAH WAL IFTA`  

▪Ketua
Abdul Aziz Bin Abdullah bin Baz

▪Anggota
Abdur Razzaq Afifi
Abdullah bin Ghudayyan
Abdullah bin Qu’ud 

(Fatwa Lajnah Da`imah no. 8693)

✲✲✲

Sumber: Kitab "Al-Fatawa al- Muta’alliqah bith-thibbi Wa ahkamil-mardha | Kumpulan fatwa yang ditulis oleh Asy-Syaikh ‘Allamah Doktor Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafidzahullah, anggota Lajnah Da`imah Lil-buhuts al-‘ilmiyyah Wal-ifta’

✒ Alih Bahasa: Al-Ustadz Abu Abdillah Al-watesy (Jember)

__________________
مجموعـــــة توزيع الفـــــــوائد
❂ WA Forum Berbagi Faidah [FBF]

Ulasan