Penjelasan Tentang Hakekat Manhaj Dzulqarnain bin Sunusi al-Makassari

Penjelasan Tentang Hakekat Manhaj Dzulqarnain bin Sunusi al-Makassari

الحمد لله رب العالمين، وصلاة وسلاما على المبعوث رحمة للعالمين، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.

أما بعد :

Sepak terjang seorang yang bernama Dzulqarnain bin Sunusi al-Makassari benar-benar memberikan gangguan besar terhadap Dakwah Salafiyyah di Indonesia. Di banyak daerah telah menyebabkan munculnya berbagai masalah dakwah yang cukup serius. Terutama sikapnya yang menunjukkan kepada sikap talawwun dan tala’ub, di samping masalah manhajiyyah lainnya, di samping menyebabkan munculnya sikap ashabiyyah (fanatisme buta).

Terlebih lagi, ketika Dzulqarnain dan yang bersamanya berupaya untuk mendatangkan kembali masyaikh dari Yaman ke Indonesia.

Maka sebagaimana dikatakan oleh asy-Syaikh Ahmad bin ‘Umar Bazmul hafizhahullah, “Bahwa di antara faktor-faktor yang memudharatkan Dakwah Salafiyyah adalah masuknya sebagain para mutalawwinin (orang-orang yang berwarna-warni/tidak jelas manhajnya) ke dalam barisan salafy. Sehingga dia membenturkan ini dengan ini, dan menyalakan api fitnah namun berpenampilan diri sebagai seorang pemberi nasehat.”

Hal tersebut mendorong para asatidzah untuk menyampaikan penjelasan tentang hakekat manhaj tokoh yang satu ini.

Yaitu setelah sampainya surat dari asy-Syaikh Hani, pada tanggal 21 Oktober 2013 M (16 Dzulhijjah 1434 H) kemarin kepada asatidzah – dalam hal ini melalui al-Ustadz al-Fadhil Qomar as-Suaidi hafizhahullah – yang berisi tahdzir dari asy-Syaikh al-’Allamah al-Walid Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah terhadap Abu Muhammad Dzulqarnain bin Sunusi.

Namun demikian, tidak serta merta para asatidzah menyebarkan tahdzir tersebut, namun para asatidzah masih mempertimbangkan situasi dan kondisi dengan matang. Hal ini menunjukkan sikap ta’anni (tenang dan tidak terburu-buru) para asatidzah. Sekaligus menunjukkan bahwa tidak ada niatan sama sekali untuk menjatuhkan atau membunuh karakter seseorang. Namun semata-mata dalam rangka memberikan an-Nush (nasehat terbaik) demi kebaikan Dakwah Salafiyyah di Indonesia.


Ketika situasi memang mengharuskan, akhirnya para asatidzah Ahlus Sunnah menyebarkan tahdzir tersebut, demi menjaga keutuhan Dakwah Salafiyyah.

Isi surat tersebut adalah,

 Teks surat


Klik utk melihat lebih besar

Terjemah surat

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Aku sampaikan berita gembira kepada kalian,

Bahwa telah terjadi pertemuan dengan Syaikhuna Rabi’ hafizhahullah tadi malam. Beliau menyampaikan salam kepada antum, dan beliau bergembira sekali dengan penukilan yang aku sampaikan dari kalian. Aku sampaikan juga kepada beliau perihal Dzulqarnain, yakni tentang kondisinya dan tentang rencananya untuk mendatangkan para masyaikh Yaman, bahwa ini akan dia jadikan kesempatan untuk (menjatuhkan) Ikhwah.

Maka beliau (asy-Syaikh Rabi’) mengatakan, “Katakan kepada para masyaikh Yaman agar jangan datang kepadanya (Dzulqarnain). Karena orang ini la’aab (main-main dalam urusan dakwah) dan berjalan di atas thariqahnya al-Halabi dalam membuat makar.“

Maka aku (Hani bin Braik) mengatakan, bahwa akan aku sampaikan hal ini kepada masyaikh Yaman. Maka beliau (asy-Syaikh Rabi’) mengulang-ulang ucapan tersebut kepadaku, seraya mengatakan kepadaku, “Katakan (kepada masyaikh Yaman) bahwa ini dari aku.”

Kemudian Allah mentaqdirkan, datanglah Syaikhuna Muhammad al-Wushabi untuk menyampaikan salam kepada asy-Syaikh Rabi’. Maka aku menyampaikan kepada beliau (asy-Syaikh al-Wushabi) ucapan asy-Syaikh Rabi’ tentang berangkatnya memenuhi undangan Dzulqarnain. Maka beliau (asy-Syaikh al-Wushabi) pun mengatakan kepadaku, “absyir, sampaikan kepada asy-Syaikh Rabi’.”

Lalu aku jelaskan kepada asy-Syaikh al-Wushabi tentang kondisi ikhwah Indonesia yang ada markiz-markiz Yaman, yang mereka itu ternyata mukhadzdzilin (orang-orang yang menggembosi dakwah dan manhaj) dan menyerukan bahwa dakwah kami (di Indonesia) tidak boleh membicarakan orang-orang tertentu.

Aku (asy-Syaikh Hani) katakan kepada beliau (asy-Syaikh al-Wushabi), bahwa mereka itu telah mengacaukan / menjelekkan saudara-saudaranya para pengampu dakwah di Indonesia (yakni para asatidzah), para hizbiyyin dan orang-orang berpenyakit akan bergembira dengan keberadaan mereka itu. Aku pun meminta kepada beliau agar menyelesaikan permasalahan ini.

Kemudian, tak lama berselang setelah pembicaraanku dengan asy-Syaikh al-Wushabi tersebut, kami langsung duduk bertemu dengan Syaikhuna Rabi’. Turut hadir bersama kami asy-Syaikh Muhammad Ghalib dan asy-Syaikh ‘Arafat. Langsung Syaikhuna Rabi’ meminta dari asy-Syaikh al-Wushabi agar tidak berangkat ke Indonesia untuk memenuhi undangan Dzulqarnain. Asy-Syaikh Rabi’ juga mentahdzir (memperingatkan) beliau dari bahayanya (Dzulqarnain), seraya asy-Syaikh Rabi’ berkata kepada beliau, “Orang ini berjalan di atas thariqahnya al-Halabi, mutalawwin (berganti-ganti warna/tidak jelas manhajnya), dan la’ab (main-main dalam urusan dakwah).” Maka asy-Syaikh al-Wushabi pun berjanji kepada asy-Syaikh Rabi’ untuk tidak pergi ke Indonesia.


Kemudian setelah kami keluar, aku meminta kepada asy-Syaikh al-Wushabi agar niat berangkat (ke Indonesia) jangan berubah, hanya saja dengan dijamu (yakni kepanitiaan) oleh Luqman dan yang bersamanya. Maka beliau (asy-Syaikh al-Wushabi) pun mengatakan,“Jayyid (bagus).” Aku pun mengatakan kepada beliau, “Biidznillah akan ada undangan kepada Anda.”

Kemudian aku kembali kepada Syaikhuna Rabi’, beliau pun mengatakan, “Katakan kepada Luqman dan ikhwah (asatidzah) agar menjamu (sebagai panitia) mereka (yakni para masyaikh Yaman). Bukan Dzulqarnain.”

Maka antum (para asatidzah) hafizhakumullah, segera sampaikan undangan kepada asy-Syaikh al-Wushabi.

والسلام عليكم

Yang mencintai kalian
Hani bin Braik


Kesimpulan surat di atas:

1. asy-Syaikh Rabi melarang para masyaikh Yaman untuk memenuhi undangan Dzulqarnain.

2. asy-Syaikh Rabi menegaskan bahwa Dzulqarnain benar-benar la’aab (main-main dalam urusan dakwah), dan berjalan di atas thariqah-nya Ali Hasan al-Halabi dalam Makar.

asy-Syaikh Rabi mengulang-ulang ucapannya tersebut.

3. asy-Syaikh Rabi menegaskan agar menyampaikan kepada masyaikh Yaman, bahwa ucapan tersebut dari beliau.

4. Asy-Syaikh al-Wushabi ketika disampaikan berita tersebut oleh asy-Syaikh Hani, beliau menyambutnya seraya mengatakan, “absyir, katakan ini kepada asy-Syaikh Rabi’”, tanda bahwa beliau menerima fatwa tersebut.

5. asy-Syaikh Hani kemudian juga memberitakan lebih detail tentang kondisi ikhwah Indonesia yang ada di markiz-markiz Ilmu di Yaman, kepada asy-Syaikh al-Wushabi, yaitu adanya para mukhadzdzilin (orang-orang yang menggembosi dakwah dan manhaj) dan menyerukan bahwa dakwah di Indonesia tidak boleh membicarakan orang-orang tertentu.

6. Lalu saat itu juga, terjadi pertemuan dengan asy-Syaikh Rabi’, yaitu antara asy-Syaikh Hani, asy-Syaikh al-Wushabi dengan asy-Syaikh Rabi’. Dihadiri pula oleh asy-Syaikh Muhammad Ghalib dan asy-Syaikh ‘Arafat.

7. Dalam majelis tersebut, asy-Syaikh Rabi’ menyampaikan:

- beliau meminta kepada asy-Syaikh al-Wushabi agar tidak memenuhi undangan Dzulqarnain

- beliau mentahdzir Dzulqarnain, dengan mengatakan bahwa: Dzulqarnain berjalan di atas thariqah al-Halabi, mutalawwin, la’aab. [1]

8. asy-Syaikh al-Wushabi berjanji kepada asy-Syaikh Rabi’ untuk tidak datang (ke Indonesia).

9. Kemudian setelah itu, asy-Syaikh Hani menyampaikan kepada asy-Syaikh al-Wushabi, bahwa niat datang ke Indonesia tetap, namun atas kepanitian dari Luqman dan asatidzah yang bersamanya. Beliau pun mengatakan, “jayyid”

10. Asy-Syaikh Rabi’ kembali menegaskan, “Katakan kepada Luqman dan ikhwah (yang bersamanya) untuk menyambut kedatangan para masyaikh Yaman (yakni sebagai panitia), bukan Dzulqarnain.

11. asy-Syaikh Hani’ meminta agar para asatidzah segera sampaikan undangan kepada asy-Syaikh al-Wushabi.

* * *

Kita telah tahu kedudukan dan kapasitas al-’Allamah Rabi’ bin Hadi hafizhahullah. Beliau sebagai seorang ‘ulama yang banyak mengikuti perkembangan kondisi dakwah di berbagai penjuru negeri. Termasuk di Indonesia. Terlebih lagi, beliau yang telah diakui oleh para ‘ulama Kibar Dakwah Salafiyah sebagai pembawa bendera al-Jarh wa at-Ta’dil pada masa ini. Beliau juga telah mengetahui bagaimana sepak terjang Dzulqarnain selama ini.

Sehingga tahdzir asy-Syaikh Rabi’ terhadap Dzulqarnain tersebut bukan didasari sikap terburu-buru, atau karena adanya laporan dusta dari pihak-pihak tertentu.

Sepak terjang Dzulqarnain telah diketahui, termasuk asy-Syaikh Hani sendiri telah tahu bagaimana sepak terjangnya sebelum beliau datang ke Indonesia.

Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu dalam wasiatnya yang beliau sampaikan menjelang wafatnya, mengatakan

اعْلَمْ أَنَّ مِنْ أَعْمَى الضَّلَالَةِ أَنْ تَعْرِفَ مَا كُنْتَ تُنْكِرُ أَوْ أَنْ تُنْكِرَ مَا كُنْتَ تَعْرِفُ وَإِيَّاكَ وَالتَّلَوُّنَ فِي دِينِ اللَّهِ فَإِنَّ دِينَ اللَّهِ وَاحِد

“Ketahuilah, bahwa di antara kesesatan yang paling gelap adalah kamu menganggap ma’ruf (haq) sesuatu yang dulu kamu yakini sebagai kemungkaran, atau kamu menganggap munkar sesuatu yang dulu kamu yakini sebagai ma’ruf (haq). Berhati-hatilah kamu dari sikap berubah-rubah warna (plin-plan) dalam agama, karena sesungguhnya agama Allah itu satu.” (diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf)

Klik utk melihat lebih besar
Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah telah mengingatkan,

“Waspadalah dari Mutalawinin (orang-orang yang berubah-ubah dan tidak tegas dalam bermanhaj)

Waspadalah wahai saudaraku dengan sebenar-benar waspada dari para mutalawinin
Karena talawwun (tidak tegas dan berubah-ubah dalam bermanhaj) dalam agama Allah urusannya sangat berbahaya dan akibatnya sangat jelek.Kita berlindung kepada Allah dari itu.

Sesungguhnya kesesatan yang paling sesat adalah engkau menganggap munkar perkara yang dulu kau tahu sebagai perkara maruf,dan engkau menganggap maruf perkara yang dulu kau tahu sebagai perkara munkar.

Wasiat Hudzaifah radhiyallahu anhu adalah ini sebagaimana yang telah kalian dengar (di atas), yaitu ketika ditanya oleh Ibnu Mas’ud saat sakit menjelang wafat,beliau berkata pada hudzaifah: wasiatilah kami.Maka Hudzaifah berkata,

“HATI-HATILAH DARI TALAWWUN DALAM AGAMA ALLAH”

Maka janganlah kamu berteman dengan seorang yang mutalawwin dalam agama Allah, karena dia adalah orang paling berbahaya terhadap agamamu. (Apabila) kamu terus berteman dengannya, hingga akhirnya kamu pun mengikutinya!!” – sekian –

(al-Liqaat as-Salafiyyah di Madinah. Pertemuan Pertama)

وصلى الله على محمد على آله وصحبه وسلم

Telah dibaca dan disetujui penyebarannya oleh

Asatidzah Ahlus Sunnah

-          Al-Ustadz Qomar Su’aid
-          Al-Ustadz Usamah bin Faishal Mahri
-          Al-Ustadz Luqman Ba’abduh
-          Al-Ustadz Ayip Syafrudin
-          Al-Ustadz Ahmad Khodim

Dan yang lainnya

[1]  Jadi, sebagai saksi majelis tersebut adalah

-          Asy-Syaikh Muhammad Ghalib
-          Asy-Syaikh Arafat al-Muhammadi

Dan dijelaskan pula oleh asy-Syaikh Hani’, turut hadir pula di majelis tersebut adalah Khalid Baqais (musyrif umum http://ar.miraath.net   )

Di samping tentunya asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab al-Wushabi sendiri. Hafizhahumullah jami’an.


Sumber:
Mirats-Anbiya•Net

Ulasan