Kembali kepada Ulama yang memiliki ILMU yang KOKOH merupakan Prinsip Salafy yang Agung

Oleh: Syaikh Ahmad bin Umar Saalim Bazmul Hafizhahulloh

Allah Ta'ala berfirman:

وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا

Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyebarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya mengetahuinya dari mereka . Kalau tidaklah kerana kurniaan dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja.” (QS.An-Nisaa:83)

Berkata As'Sa'di rahimahullah:

“Dalam ayat ini terdapat dalil berupa satu kaedah adab yaitu jika terjadi satu pembahasan dalam satu perkara , sepantasnya diserahkan kepada orang yang memiliki keahlian dalam perkara tersebut, jangan mendahului mereka, sebab hal itu lebih mendekati kebenaran dan lebih selamat dari kesalahan. Juga terdapat larangan dari sikap terburu-buru untuk menyebarkan berita tentang sesuatu pada saat dia mendengarkannya, dan ia diperintahkan untuk memperhatikannya sebelum dia mengucapkan dan memandangnya, apakah ini merupakan kemaslahatan sehingga seseorang boleh melakukannya ataukah dia harus menahan diri darinya?” (Taisir al-kariim ar-rahman: 190)

Ada sebahagian manusia yang merendahkan ilmu dan para ulama sehingga dia tidak mengetahui kadar ilmu dan hak para ulama, dia menyangka bahwa ilmu adalah memperbanyak ucapan, menghiasi ucapannya dengan berbagai kisah, syair2, dan memperbanyak pembahasan nasihat dan masalah hati. Di antara manusia ada yang menyangka bahwa ulama adalah tokoh-tokoh yang menyibukkan diri dalam berbagai kejadian, lalu membahasnya dengan apa yang mereka sebut “fiqhul waqi'” untuk membuat pemberontakan kepada para penguasa dengan tanpa bimbingan dan ilmu.

Di antara manusia ada yang menganggap bahwa ilmu hanyalah ada di dalam kitab-kitab, dia tidak memperhatikan hakikat bahwa ilmu adalah penukilan dan pemahaman, dan pemahaman tersebut dinilai berdasarkan apa yang difahami oleh generasi awal dari kalangan para sahabat, tabi'in dan yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat. Sehingga diapun meninggalkan kesibukan menuntut ilmu dan duduk di halaqah ilmu dan para ulama. Dia tidak mengetahui bahwa diantara ilmu ada beberapa pintu yang dia tidak akan meraihnya kecuali dengan berhadapan langsung dengan para ulama dan mengambilnya dari mereka.”

Sifat seorang alim adalah yang terpenuhi beberapa perkara berikut:
  1. Berilmu tentang al-kitab dan as-sunnah
  2. Mengikuti apa yang terdapat dalam al-kitab dan as-sunnah
  3. Mengikat pemahaman terhadap al-kitab dan as-sunnah dengan pemahaman salafus saleh
  4. Komitmen di atas ketaatan dan jauh dari perbuatan kefasikan, kemaksiatan dan dosa.
  5. Jauh dari perbuata bid'ah, kesesatan, dan kebodohan, dan memperingatkan darinya.
  6. Mengembalikan perkara yang mutasyabih (samar) kepada yang muhkam (jelas dan gamblang) dan tidak mengikuti mutasyabih.
  7. Tunduk kepada perintah Allah
  8. Mereka memiliki keahlian dalam istinbat ( mengeluarkan faedah dari dalil) dan pemahaman yang baik.
(Lihat: mu'malatul 'Ulama: 11-28, karya Muhammad Bazemul)

Berkata Ibnu Sahman dalam “minhaj ahlil ittiba':24”:

العجب كل العجب ممن يصغي ويأخذ بأقوال أناس ليسوا بعلماء ولا قرؤوا على أحد من المشايخ فيحسنون الظن بهم فيما يقولونه وينقلونه ويسيئون الظن بهم بمشايخ أهل الإسلام وعلماءهم الذين هم أعلم منهم بكلام أهل العلم وليس لهم غرض في الناس إلا هدايتهم وإرشادهم إلى الحق الذي كان عليه رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم وأصحابه وسلف الأمة وأئمتها

أما هؤلاء المتعالمون الجهال فكثير منهم خصوصا من لم يتخرج على العلماء منهم وإن دعوا الناس إلى الحق ف‘نما يدعون إلى أنفسهم ليصرفوا وجوه الناس إليهم طلبا للجاه والشرف والترؤس على الناس فإذا سئلوا أفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا

“Sungguh menghairankan orang yang menyemak dan mengambil pendapat sebahagian orang yang mereka bukanlah ulama, dan tidak pernah membaca kepada seseorang dari para syaikh , lalu dia berbaik sangka kepadanya terhadap apa yang mereka katakan dan yang mereka nukilkan, lalu mereka berburuk sangka kepada para syaikh kaum muslimin dan ulamanya yang mereka lebih mengerti tentang ucapan para ulama, dan mereka tidak punya tujuan tertentu selain membimbing manusia dan mengarahkan mereka kepada kebenaran yang telah dijalan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan para sahabatnya, dan para pendahulu umat ini dan para imamnya. 

Adapun mereka yang menjadi alim padahal mereka jahil, kebanyakan mereka -lebih terkhusus lagi yang tidak pernah belajar kepada para ulama - jika mereka mengajak kepada kebenaran, pada hakikatnya mereka hanyalah mengajak kepada diri mereka sendiri untuk memalingkan wajah-wajah manusia kepadanya karena mengharapkan pangkat, kedudukan, kepemimpinan manusia, sehingga tatkala mereka ditanya,maka mereka berfatwa tanpa ilmu sehingga mereka sesat dan menyesatkan.”

(Dari kitab: Shiyanatus salafi min waswasati Ali Al-Halabi:18- 19)


Sumber : http://salafybpp.com/manhaj-salaf/110-kembali-kepada-ulama-yang-memiliki-ilmu-yang-kokoh-merupakan-prinsip-salafy-yang-agung.html

Ulasan