Ketaatan kepada penguasa merupakan salah satu dari USUL AKIDAH Ahlus Sunnah wal Jamaah


بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيــــــــــــــــــمِ


Ketaatan kepada penguasa merupakan salah satu dari ushul aqidah ahlissunnah wal jamaah, yang jika diselisihi maka akan mengeluarkan pelakunya dari Ahlus Sunnah. Hal ini ditunjukkan oleh amalan dan ucapan para ulama salaf yang mana mereka menyebutkan permasalahan ini dalam kitab-kitab aqidah Ahlus Sunnah yang mereka tulis.

Imam Ahmad rahimahullah berkata dalam risalah Ushul As-Sunnah:

“Wajib untuk mendengar dan taat kepada para pemimpin dan amirul mukminin, baik dia orang yang baik maupun orang yang jahat.”

Imam Ibnu Abi Hatim berkata dalam risalah Ashlu As-Sunnah atau dikenal juga dengan nama I’tiqad Ad-Din:

“Saya bertanya kepada ayahku (Abu Hatim) dan juga Abu Zur’ah mengenai mazhab ahlussunnah dalam masalah pokok-pokok agama, dan mazhab yang keduanya mendapati para ulama di berbagai negeri berada di atasnya, dan mazhab yang mereka berdua sendiri yakini.

Maka keduanya berkata,
“Kami menjumpai para ulama di berbagai negeri, di Hijaz, di Irak, di Mesir, di Syam, dan di Yaman. Maka di antara mazhab mereka adalah …. Kami mendengar dan taat kepada pimpinan yang Allah serahkan urusan kami kepadanya, dan kami tidak melepaskan diri dari ketaatan kepadanya.”


Imam Ath-Thahawi berkata dalam kitab Al-Aqidah Ath-Thahawiah:

“Kami memandang bahwa menaati penguasa yang merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah Azz wa Jalla adalah suatu kewajiban, selama mereka tidak memerintahkan kepada kemaksiatan. Kami mendoakan mereka agar mendapatkan kesalehan dan kebaikan.”

Al-Barbahari rahimahullah berkata dalam Syarh As-Sunnah,

“Wajib untuk mendengar dan taat kepada para pemimpin dalam perkara yang dicintai dan diridhai oleh Allah. Barangsiapa yang memegang tampuk khilafah di mana seluruh manusia sepakat menerimanya dan meridhainya, maka dia dinamakan amirul mukminin. Tidak halal bagi siapapun untuk tinggal satu malam dalam keadaan dia meyakini bahwa dirinya tidak memiliki pemimpin, baik pemimpin itu adalah orang yang saleh maupun orang yang jahat.”

Mufaffaquddin Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam Lum’ah Al-I’tiqad,

“Termasuk sunnah (tuntunan Islam) adalah mendengar dan taat kepada para penguasa dan pimpinan (amir) kaum muslimin, baik penguasa yang soleh maupun yang jahat. Selama dia tidak memerintahkan kemaksiatan, karena tidak ada ketaatan kepada seorangpun dalam bermaksiat kepada Allah.”


Imam Al-Lalaka`i dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahlussunnah wal Jamaah menyebutkan aqidah beberapa orang imam ahlissunnah dalam permasalahan ini di antaranya:

[Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah]

Beliau berkata, “Wajib untuk bersabar di bawah kepemimpinan penguasa, baik dia berbuat baik maupun berbuat jahat.

[Ali bin Abdillah Al-Madini rahimahullah]

Beliau berkata, “Tidak halal bagi seorangpun yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk tinggal semalampun kecuali dalam keadaan dia mempunyai pimpinan, baik pimpinan itu saleh maupun jahat.

[Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari rahimahullah]

Beliau berkata: “Saya telah berjumpa dengan 1000 orang lebih ulama, di Hijaz, Makkah, Madinah, Kufah, Bashrah, Wasith, Baghdad, Syam, dan Mesir. Saya berjumpa dengan mereka berulang-ulang kali dari generasi ke generasi, dari generasi ke generasi.” Kemudian beliau menyebutkan sebagian kecil dari nama-nama para ulama tersebut, lalu kembali berkata. “Maka saya tidak pernah melihat seorangpun di antara mereka yang berbeda pendapat dalam masalah-masalah berikut: … Dan kami tidak akan mengganggu penguasa pada urusannya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam, “Ada 3 perkara yang hati seorang muslim tidak akan dengki terhadapnya: Mengikhlaskan amalan untuk Allah, menaati penguasa, dan komitmen dengan al-jamaah, karena doa kepada penguasa akan mengenai juga rakyatnya.”

[Abdurrahman bin Abu Hatim Muhammad bin Idris]

Beliau berkata, “Kami mendengar dan taat kepada kepada orang yang Allah Azza wa Jalla serahkan urusan kami kepadanya.”

[Sahl bin Abdillah At-Tasturi]

Beliau pernah ditanya, “Kapan seseorang mengetahui kalau dirinya berada di atas sunnah? Beliau menjawab, “Jika dia mengetahui kalau dalam dirinya adal 10 perkara.” Di antara yang beliau sebutkan adalah, “Tidak meninggalkan shalat berjamaah di belakang setiap penguasa, penguasa yang curang maupun yang adil.


Maka semua dalil-dalil di atas ditambah dengan kesepakatan para ulama salaf di berbagai zaman dan tempat, menunjukkan bahwa ketaatan kepada pemerintah bukanlah masalah kecil atau masalah sampingan dalam agama. Bahkan dia merupakan salah satu tonggak tegaknya agama, karena tanpa adanya ketaatan kepada penguasa maka yang ada adalah kerusakan dimana-mana, dan keadaan yang kacau jelas mempengaruhi keberagamaan setiap orang.


Artikel asal: Wajibnya Taat Kepada Penguasa
http://al-atsariyyah.com/wajibnya-taat-kepada-penguasa.html

Ulasan